ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial

ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial
ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi birokrasi (PAN-RB), Syafruddin melarang Aparat Sipil Negara (ASN) untuk mengkritik pemerintah di ruang publik. Seruan itu kemudian dikritik sebagai pembatasan kebebasan berekspresi.

Peneliti dan Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar menilai aturan ini dapat menyebabkan efek Chilling Effect, yaitu ASN takut untuk mengekspresikan pendapat mereka.

“Meskipun kritik dalam konteks demokrasi yang diperlukan dari siapa pun. Tidak hanya oleh publik atau masyarakat, bahkan termasuk dari pejabat negara internal,” katanya Wahyudi kepada BBC News Indonesia, Rabu (16/10).

Menurut Wahyudi, kritik terhadap pemerintah di ruang publik tidak dapat dibatasi karena kondisi seseorang sebagai ASN. Dia juga meminta pemerintah untuk membedakan antara kritik dari kinerja pemerintahan dengan pernyataan menentang terhadap ideologi dan dasar negara.

“Karena yang pasti namanya whistleblower (orang dalam yang mengungkapkan keburukan suatu instansi) masih diperlukan untuk melihat, laporan apa yang sebenarnya terjadi di dalam,” lanjutnya.

ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial
ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Syafruddin mengatakan bahwa ASN dapat diperbolehkan memberikan informasi, tetapi tidak di ruang publik.

“Undang-Undang tentang jalan. Dalam perannya saja. Ini bukan bagian kritik. Memberikan masukan, saran yang progresif, Fine saja. Tapi tidak di ruang publik,” ujar Syafruddin yang juga mantan wakapolri itu kepada wartawan pada Selasa (15/10), dalam menanggapi kasus ASN yang ditangkap dikarenakan unggahan terkait penusukan Menko Polhukam Wiranto, seperti yang dikutip detik.com.

Pemerintah Butuh “KRITIK”

Pernyataan bagi Maudi – bukan nama sebenarnya – yang merupakan ASN di Provinsi Kalimantan Utara, kritik terhadap pemerintah di ruang publik itu sangat penting.

“Karena semenjak saya bekerja di pemerintahan itu jadi lebih paham sehingga pemerintah mengerti ternyata serumit itu,” katanya saat dihubungi oleh BBC Indonesia (16/10).

Menurut dia, pemerintah tidak akan mampu membuat kebijakan yang baik tanpa partisipasi dari berbagai pihak, termasuk ASN tersebut.

“Jika, misalnya bisa 10 mata, tentu akan lebih baik daripada dua mata yang melakukan. Jadi untuk Indonesia yang sangat begitu luas ini butuh banyak mata, untuk Indonesia ini jadi butuh kritik,” tutur Maudi.

ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial
ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial “KRITIK”

Dia pun terkadang melakukan penyampaian kritik tentang berjalannya pemerintahan melalui akun media sosialnya.

“Suka sih mengupdate status kritikan atau komentar-komentar,” kata Maudi, “Asalkan cara kita mengkritik itu benar, dan yang terpenting, jika menurut saya, kita ngga frontal.”

Ia menghindari komentar-komentar yang menjatuhkan dan “lebih ke fakta-fakta yang dikeluarin”.

Sesama ASN, namun Fikri – juga bukan nama sebenarnya – memiliki pendapat yang berbeda. Karyawan salah satu Kementerian di Jakarta itu menilai citra ASN bisa tercoreng apabila kritik yang dilontarkan di muka khalayak.

“Ada Etikanya, sehingga kita tidak bisa untuk sembarangan mengkritik, apalagi hak untuk melakukan hal yang sama kemudian untuk citra kita di masyarakat,” katanya melalui sambungan telepon Fikri (16/10).

“Akan menimbulkan ketidakpercayaan ketika ‘loh, ini orang pemerintah kok menjatuhkan sesama pemerintah?’, ada yang seperti itu. Cuma jika kita tidak setuju dengan kebijakan, Bisa, tetapikan bisa lewat forumnya sendiri,” katanya.

Fikri sendiri mengaku tidak pernah mengunggah postingan dengan bernada sinis ataupun kritis terhadap pemerintah di akun sosial medianya. Kritik terhadap pemerintah – termasuk kementeriannya sendiri – ia menyalurkan melalui diskusi dengan seksama rekan ASN di kantornya.

“Jika pembicaraan antara staf, internal kantor itu pernah, jadi kita ngomongin ‘ini kok sistemnya kayak begini sih, kapan mau berubah?’,” ujarnya.

ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial
ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial

Fikri mengatakan bahwa ia sudah tahu aturan tidak boleh mengkritik pemerintah di ruang publik sejak pembentukan resmi menjalani pelatihan CPNS (calon Pegawai Negeri Sipil) tahun lalu. Ia pun mematuhi terhadap ketentuan tersebut, meskipun ragu bahwa kritik yang disalurkan melalui kanal internal yang akan dipantau/ditindaklanjuti.

“Kita masih memiliki celah jika Anda ingin membuat perubahan. Cuma kita hanya tidak tahu bagaimana di masa depannya, apakah kita berpaling malah jatuh ke sistem yang seperti itu, atau kita bisa membuat perubahan,” katanya.

Larangan Berpendapat, Termasuk mereTweet Cuitan Orang

Menurut Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN), Muhammad Ridwan, status ASN telah melekat pada setiap individu yang terkait hingga dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya, setiap tindakan ASN harus mengacu pada regulasi yang mengaturnya.

“Peran ASN adalah sebagai salah satu, pelaksanaan kebijakan publik, yang kedua pelayan publik atau pegawai negeri, dan ketiga perekat dan penyatuan bangsa,” ujarnya Ridwan kepada BBC Indonesia, Rabu (16/10).

Dengan ketiga fungsi tersebut, Ridwan menilai sebagai seorang ASN tidak patut mengkritik pemerintah di ruang publik. Bahkan, tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk pelanggaran dari serangkaian hukum dan peraturan perundangan.

“Apa yang dilanggar, misalnya, PP 42 (tahun) 2004 tentang Kode Etik PNS.”

Calon Pegawai Negeri Sipil mengikuti Presidential Lecture 2019 di Istora Senayan Juli lalu. Mereka adalah CPNS hasil seleksi tahun 2018.
Calon Pegawai Negeri Sipil mengikuti Presidential Lecture 2019 di Istora Senayan Juli lalu. Mereka adalah CPNS hasil seleksi tahun 2018.

Dalam Peraturan Pemerintah ini, tidak ada satu pun pasal yang mengatur prosedur untuk penyampaian pendapat kepada pemerintah, baik saran maupun kritik, yang dapat dilakukan ASN.

Sebuah peraturan yang datang paling mendekati dengan aturan yang relevan, setidaknya, dalam Pasal 11 yang mengatakan: “Jujur ​​dan terbuka dan tidak memberikan informasi yang tidak benar.”

Sementara dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN berkewajiban untuk “menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan terhadap semua orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan”.

Sedangkan pada Mei 2018, Kepala BKN mengeluarkan surat peredaran kepada pejabat pembina kepegawaian, baik di pusat maupun daerah, untuk mencegah apa yang mereka sebut potensi gangguan ketertiban dalam pelaksanaan tugas dan fungsi PNS.

Beberapa poin yang di antaranya melarang penyampaian pendapat di depan umum, baik secara lisan maupun tulisan, baik secara langsung ataupun media sosial – termasuk share, broadcast, upload, retweet, regram dan sejenisnya- yang dibebankan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Persatuan, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan pemerintah.

Dia menyarankan kepada ASN yang ingin memberikan informasi kepada pemerintah untuk menggunakan saluran informasi dan pengeduan yang terkandung di masing-masing kementerian/lembaga, bukannya di ruang publik, seperti jejaringan sosial media.

“Jika kita melakukan di publik intensinya apa? Ingin menjadi kelompok penekan pemerintah? Atau pressure kelompok yang lain, serta organisasi non-pemerintah, LSM? Apakah ingin memperbarui diri sendiri? Mengekspresikan pengalaman masing-masing? Apakah mau meng-exercise apa? Kan tidak jelas jika tujuannya hanya untuk di media sosial, “Cecar Ridwan.

Ia menekankan bahwa tindakan tersebut tidak bertentangan dengan semangat kebebasan berekspresi/berbicara, sesuatu yang secara tegas dikecualikan peneliti sekaligus dan Deputi Direktur Riset ELSAM, Wahyudi Djafar.

“UU Dasar itu kan Konstitusi penekanan hak pada semua saluran harus dibuka, entah saluran internal, entah itu saluran eksternal, itu semua tidak dibatasi,” kata Wahyudi.

“Yang penting barusan dasarnya (kritik) adalah informasi yang valid, informasi yang terverifikasi, itu yang betul.”

ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial
ASN Dilarang Komen Miring soal Pemerintah di Media Sosial

Wahyudi menyoroti pengkritik yang menggunakan data yang tidak valid, hoaks bahkan mengandung unsur ujaran kebencian. Bahkan jika ada ASN yang demikian rupa, Wahyudi menganggap tidak ada kontribusi pemerintah dalam pernyataan sikap tersebut.

“Ada kegagalan di dalam pemerintah sendiri ketika dia belum secara tepat, secara baik, melaksanakan literasi informasi maupun literasi digital – dalam konteks yang lebih luas – untuk ASN itu sendiri,” katanya.

Wahyudi sendiri justru menuntut pemerintah untuk menggalakan proses literasi informasi dan literasi digital bagi ASN, ketimbang mengeluarkan surat edaran tentang larangan kritik.

“Jangan kemudian karena alasan bahwa selama ini banyak ujaran kebencian yang kuat, bukan berarti alasan itu menjadi argumentasi bagi pemerintah untuk melarang kritik dari penggunaan sarana di luar fasilitas internal yang disediakan oleh pemerintah sendiri” katanya.